Penanganan Wabah Covid-19 dalam Pandangan Hukum

konstitusi negara

Modernis.co, Malang – Pandemi Covid-19 telah menjadi bencana yang sangat besar bagi umat manusia di seluruh penjuru dunia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani pandemi ini dengan bentuk imbauan oleh satuan petugas penanganan Covid-19 dari imbauan langsung sampai memasuki berita-berita nasional.

Penyebaran virus Covid-19 di Indonesia sendiri masih sangat tinggi dengan jumlah 448 ribu kasus per-20 November 2020 dan tentunya masih mengalami kenaikan dalam setiap harinya. Seiring berjalannya waktu keberadaan pandemi ini mulai meresahkan semua golongan masyarakat terutama ketika pemerintah menetapkan mengenai protokol pemakaman bagi orang yang menyandang status positif dan kemudian meninggal dunia karena tidak dapat diperlakukan dengan sebagaimana mestinya pemakaman pada umumnya.

Selain itu, kewajiban karantina terhadap warga yang pernah melakukan perjalanan daerah terinfeksi menjadi salah satu kehawatiran masyarakat.

Oleh karena itu, dengan kehawatiran masyarakat terhadap virus ini pemerintah menghimbau untuk melakukan pembatasan sosial, pelarangan berkumpul, penggunaan masker, menjaga kebersihan dan lain sebagainya. Pemberlakuan pembatasan sosial ternyata menimbulkan dampak lain berupa dampak sosial dan krisis ekonomi. Nyatanya, pemerintah Indonesia tidak memiliki daya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dimasa pandemi ini.

Penanganan Covid-19 dari Segi Hukum di Indonesia

Secara konstitusional kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar manusia telah dijamin haknya sejak masa RIS 1949. Pada tahun 2000, melalui perubahan ke dua UUD 1945, kesehatan di tegakkan sebagai bagian dari hak asasi manusia dan di dalam pasal 28H ayat 1 dijelaskan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu, kesehatan tidak lagi dipandang sebagai urusan pribadi dengan penciptanya, tetapi juga sebagai hak hukum yang dijamin oleh negara. Dalam penanganan Covid-19 pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan. Setidaknya di Indonesia memiliki dua undang-undang yang tegas mengatur tentang penanganan wabah yaitu UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Atas peraturan-peraturan yang sudah diputuskan pemerintah maka pemerintah menerapkan upaya-upaya yang saat ini diberlakukan seperti kebijakan Sosial Distancing yang kemudian mengalami perubahan menjadi physical distancing. Tujuan diberlakukannya physical distancing adalah untuk menjaga jarak dan meminimalisir kontak langsung terhadap orang yang terpapar Covid-19. Salah satu dampak kebijakan ini seperti diberlakukannya pembelajaran oline (metode daring).

Selain dalam pandangan hukum, pemerintah dapat mendorong energi demokrasi walaupun dengan segala kekurangan yang ada. Dengan meningkatkan keterbukaan terhadap akses informasi atau jumlah pasien Covid-19 dengan peta persebarannya menjadi langkah pertama dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Faktanya, masih terjadi perbedaan data di daerah dan di pusat tentang jumlah kasus positif Covid-19 yang dapat menimbulkan ketidak percayaan publik akan pemerintah.

Setiap kebijakan yang diambil pemerintah sudah pasti memiliki dampak positif dan negatif. Saat ini yang diperhitungkan, apakah dampak negatif itu sudah di pertimbangkan atau belum. Hal ini yang akan membawa ke permasalahan besar. Apakah kebijakan tersebut juga sudah menggambarkan keadaan Indonesia yang sesungguhnya, atau mungkin kebijakan tersebut di ambil untuk menutupi kekurangan data yang berlaku, atau mungkin saja kebijakan itu diambil untuk kepentingan politik tertentu.

Tidak dapat dipungkiri hal tersebut dapat terjadi ditengah pandemi Covid-19 ini yang menimbulkan kesengsaraan ke seluruh masyarakat di dunia. Kita juga belum bisa menilai sampai semua berakhir yang kemudian kita akan mendapatkan penjelasam secara utuh dan fakta-faktanya.

Suatu kebijakan bisa saja salah, tetapi jangan sampai suatu kebijakan dilakukan untuk memenuhi keinginan politik tertentu atau menguntungkan ekonomi seseorang atau suatu golongan tertentu. Sejumlah politisi tingkat dunia diduga memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk kepentingan politik mereka, sehingga kebijakan yang diambil pun menunjukkan ketidak-berpihakannya kepada kepentingan terbaik rakyatnya. Semoga hal itu tidak terjadi di Indonesia.

Oleh: Dinda Syaila Salsabila (Mahasiswa Hukum Keluarga Islam – UMM)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment